Berbagi Rasa Melalui Sajak-Sajak Indah

Oleh: Dyta Qomariah (Guru SDIT Al Uswah Surabaya)

Tak terasa sudah enam tahun sudah amanah mengajar yang tak pernah menjadi cita-cita saya sejak kecil. Pilihan menjadi guru jatuh menjadi penggugur kewajiban atas permintaan Ibu agar anak semata wayangnya ini mewujudkan impian kecilnya yaitu mendidik. Ya nama Dyta dipilih untuk anaknya ini juga sebagai do’a beliau yang mengidolakan guru bahasa Indonesia kala beliau di SMA, berharap kelak anaknya mewarisi bakat bersyair, dan tahun-tahun panjang dikulum dalam do’a hingga kini anaknya disebut Bu Guru.

Pagi itu awal tahun 2015 dibonceng Ibu dengan sepeda motor menyusuri jalan menuju tempat melamar menjadi Guru. “Bu, aku akan jadi Guru amanah ini berat terasa dipundakku Ibu!” Seruku saat itu. “Rasa-rasanya aku tak mampu menjalani jadi guru. Aku tak suka jadi guru. Aku hanya suka seni dan aku ingin jadi pemain teater saja,” tambahku menyeruak mengalahkan suara knalpot motor yang sudah mulai berkarat.

Tapi Ibu terus memaksaku masuk melawan takut untuk wawancara dan proses tes mengajar. Sepekan kemudian kabar itu berdesir dan sampai pada Ibuku. Nasi kotak segera dibuat berbagi pada tetangga. “Alhamdulillah anakku jadi Bu Guru” kata  Ibuku sambil menyunggingkan senyum. Aku tersipu malu sambil menatap layar pintu, heran dengan apa yang dilakukan Ibu, apa begitu juga Ibu kalian berbangga atas profesi anaknya yang menjadi Guru.

Entahlah... *kriiing…kriiing…. Bel berbunyi menyita perhatian, semua siswa dan guru bergegas masuk ke kelas masing-masing. Aku yang kala itu masih genap satu bulan di SDIT Al Uswah mengajar kelas enam belum terlalu mahir membaca pikiran satu persatu siswa, masih kagok harus bagaimana menghadapi mereka. “Ustadzah… Assalamualaikum. “Sambil senyum siswa manis itu menyapaku di depan kelas 6C diikuti gerombolan tiga siswa putri yang tak kalah manis wajahnya.

Aku yang tersontak kaget dan tak percaya ada yang menyapaku, lama kutahan tak menoleh karena aku tak mau terlalu Geer takut mereka bukan menyapaku, kupastikan suara itu dekat di telingaku lalu aku menoleh. “Waalaikumussalamwarohmah, iya ada yang bias ustadzah bantu mbak?” Mereka membalas kompak menggeleng seakan ada yang mengomandoi. “Loh.. kok geleng-geleng?” jawabku sambil tersenyum heran.

Lalu mereka mengulurkan tangan bersalaman dan mencium tanganku. Padahal sebelumnya aku bertemu mereka selalu dengan muka yang masam, mungkin perasaanku saja sebagai guru baru susah bias diterima, sejenak lalu mereka pergi. Ku hela nafas panjang, bertanya-tanya ada apa ya dengan mereka? Sudahlah.

Keesokan hari saat jam istirahat mereka kembali menyapaku, kali ini agak lama mereka mengajakku berbicara,  jika kemarin mereka mengaku masih malu-malu, hari ini mereka tanya siapa nama panjangku, lalu hobi, dan makanan favoritku, sempat mereka catat di buku diary lucu lalu pergi lagi dariku. Baiklah.

Esok hari dia datang kembali; menanyakan alamat rumahku, tanggal lahirku, lalu keempat siswa manis itu mulai perkenalkan diri satu persatu. Tepat hari keempat mereka banyak bercerita tentang kisah mereka di kelas, hobi mereka, sambil tertawa lepas memintaku mengajar di kelasnya,  “kenapa mengajar di kelas B sih ga di kelas C ustazah” Sebelum aku naik ke jok motor Ibuku sore ini, ada satu di antara siswa manis memanggilku. Kuurungkan niat naik motor digoncengan Ibuku, ku hampiri dia, “Ada apa mbak?” “Oh, Maaf ya Us. Cuma mau ngasih ini, tadi nyari ustadzah ke kelas tidak ada.”

Lalu secepat itu dia berbalik diakhiri senyum manis. Sepasang gantungan sandal pink bertulis huruf Jepang yang aku tak tahu maknanya apa. Tersirat pesan oleh-oleh khas Jepang. Ya warna pink, aku pernah memberitahu warna favoritku pada mereka.

Hari demi hari sudah berlalu, aku setiap jam istirahat menghabiskan waktu bersama keempat siswaku yang lucu-lucu, aku sering mengajaknya menulis sajak, kata demi kata kuajarkan, kuperhatikan mereka mengeja puisi indah dengan tema bebas. Tanpa terasa bait-bait yang mereka tulis sudah menjadi kumpulan indah, saat menjelang mereka acara perpisahan. Sajak-sajak yang kami tulis di gazebo  itu genap 10 halaman yang mereka tulis.

Dan sajak yang indah menurutku adalah sajak yang mereka buat dengan ketulusan tanpa beban dan paksaan.Waktu bergulir begitu cepat tiba-tiba mereka sudah melewati Ujian Nasional, hari bahagia pentas seni dan perpisahan tiba, senyum menugging sedari pagi di wajah mereka. Aku ikut bergembira tapi aku tahu secepatnya pula aku kehilangan mereka, tapi mereka punya jalan demi kesuksesaan, jadi tak sepantasnya kumenghadang.

“Ustadzah, kami akan merindukan Ustadzah, Ustadzah yang sudah sabar mendengar cerita kita semua, hingga akhirnya menjadi cerita lewat puisi indah, kami sungguh tak akan lupa,” ucap Shofi. Aku tak mampu lepas dalam pelukan hangat mereka, deras gerimis mata sudah mulai perlahan tak terbendung sampai di pipi. “Ustadzah, kami ingin belajar darimu, ustdzah selalu bercerita soal juara dan kemenangan lomba ustdzah semua dipersembahkan untuk ibu ustdzah agar bahagia, kami ingin juga member hadiah buat orangtua,” ucap Izzah.

Lagi. Air mata ini deras sudah tak bias kututupi. Aku siapa? Hanya guru baru yang ternyata kisahku bias membuat mereka tersentuh. Desir gemuruh kata dalam dada. “Ustadzah kalau aku sukses nanti, aku ingin tetap rendah hati seperti yang Ustazah pesankan, karena semua milik Illahi bukan milik pribadi, dan terimakasih buat semua nasihat Ustazah yang jadi pelecut” seru Qisthi.

“Ustazah… Ustazah aku yang  seperti pendiam bukan berarti tak memperhatikan, Ustazah sangat perhatian, sekecil apapun yang nyangkut di gigi kita ustdzah selalu mengingatkan. ” celetuk Nisrina. “Please… kita udah haru-haru kamu malah melucu.” Shofi yang berkata keras pada temannya karena jengkel. Akhirnya mereka semua tertawa, tangis sendu itu berubah jadi senyuman merdu.

Kita berpelukan mendo’akan satu sama lain. Ya… begitulah kisah dalam hidup kita Rasa yang tak pernah terduga Rasa yang begitu cepat berubah Rasa yang siapa saja boleh menerima Hari ini benci Esok suka Lusa mencinta. Hingga berakhir di sudut rindu atas perpisahan. Sajak-sajak itu terkenang sebagai rasa terindah. Terimakasih telah membuat rasa dalam hidup ustadzah lebih berwarna dengan keikhlasan dan ketulusan kalian membagi kasih sayang

Insprirasi Guru Lainya

desa nila

Merayakan Hari Raya Bersama Manusia Mulia

Merayakan Hari Raya Bersama Manusia Mulia Oleh: Admin (Al Uswah Surabaya) Saat merayakan hari raya Idul Fitri, banyak orang mudik ke kampung halaman. Seringkali mudik harus dilakukan dengan susah payah.…
masjid ikadi

Memperbanyak Ibadah Di 10 Hari Terakhir Ramadhan

Memperbanyak Ibadah Di 10 Hari Terakhir Ramadhan Oleh: Admin (Al Uswah Surabaya) Kita telah memasuki puasa yang kedua puluh. Malam nanti, tepatnya semenjak adzan magrib berkumandang, kita akan memasuki tanggal…